Selasa, 01 Desember 2009

Palembang Menuju Kota Bertaraf Internasional


Kota Palembang, sebagai ibukota Provinsi Sumatera Selatan, dalam 5 tahun terakhir mengalami kemajuan yang begitu pesat. Infrastruktur, sarana dan prasarana tersedia, investasi marak, roda pereekonomian terus menggeliat. Kondisi ini tak pelak menjadikan Palembang sebagai salah satu kota tujuan di tanah air. Baik untuk sekedar berkunjung maupun untuk mencari peluang usaha.

Secara status pun, Palembang sudah menjadi kota yang metropolis. Indikator suatu kota dikatakan metropolis antara lain ditinjau dari segi kepadatan penduduk, tingkat perekonomian, ketersediaan sarana dan prasarana serta variabel-variabel penunjang lain. Dalam konteks ini, Palembang sudah memenuhi kriteria sebagai kota metropolis. Penduduknya sudah melampaui 1 juta. Dengan asumsi pertumbuhan penduduk 5 persen per tahun, diperkirakan penduduk palembang sudah mencapai 1,5 juta jiwa lebih pada 2008 ini.

Geliat perekonomiannya pun terus menunjukkan tren yang positif. Investasi marak karena ditunjang dengan sarana dan prasarana yang memadai sehingga memberikan rasa aman dan percaya bagi para investor.

Setelah status sebagai kota metropolis terlampaui, dengan kondisi diatas, cukup beralasan bila Palembang melalui walikota-nya Ir. H. Eddy Santana Putra, MT mencanangkan suatu visi strategis, Palembang sebagai kota bertaraf internasional. "Palembang harus jadi kota internasional, minimal di level Asia. Setara dengan Chiang Mai dan Singapura. Sejarah kebesaran Sriwijaya harus kembali," kata Eddy.

Dan memang, merujuk kepada kota-kota yang sudah terlebih dahulu menjadi kota bertaraf internasional, seperti Jakarta, Medan dan Surabaya, keinginan untuk menjadikan Palembang menjadi kota bertaraf internasional merupakan suatu keniscayaan. Even-even dan pertemuan internasional sudah banyak digelar di Palembang. Infrastruktur, sarana dan prasarana, seperti jalan, jembatan, pusat perbelanjaan, kompleks perkantoran, hotel berbintang serta restoran menjamur.

Khusus untuk jembatan, tidak lama lagi pembangunan jembatan Fly Over Simpang Polda akan segera rampung, disusul kemudian dengan rencana pembangunan Jembatan Musi III.

Selain itu, Palembang telah pula memiliki Bandar Udara bertaraf internasional, Bandara Sultan Mahmud Badaruddin (SMB II). Bandara ini bahkan mendapat penghargaan sebagai bandara terbaik kategori pelayanan prima dari Kementrian Departemen Perhubungan beberapa waktu lalu.

Dalam konteks pendidikan, Palembang punya dua sekolah kejuruan bertaraf internasional, yakni SMKN 4 dan SMKN 6. Di bidang kesehatan, pelayanan kesehatan berkualitas, sarana dan prasarana memadai. Rumah Sakit Palembang Bari contohnya. Sempat akan ditutup pada 2003 karena lebih banyak merugi, secara bertahap rumah sakit milik pemerintah ini terus berkembang. Yang teranyar adalah ditetapkannya RSUD Bari sebagai rumah sakit kelas B dari Departemen Kesehatan karena dipandang memenuhi kelayakan dari segi sarana dan prasarana serta layanan kesehatan. Artinya, secara umum, upaya untuk menuju rumah sakit bertaraf internasional telah mengarah pada track yang benar.

Selain itu, Palembang telah pula memiliki beberapa puskesmas swakelola. Seperti Puskesmas Merdeka, Dempo, Plaju, Pembina di Kelurahan 8 Ulu, Puskesmas 4 Ulu, 7 Ulu, Ariodillah, Sei Selincah, Kenten dan Puseksmas Gandus. Puskesmas swakelola artinya puskesmas yang mengelola sendiri administrasi dan keuangannya, termasuk pengadaan sarana dan prasarana tanpa harus dibiayai APBD lagi. Ini merupakan suatu modal dasar dan menjadi faktor penguat menuju kemandirian masyarakat.

Pembangunan pasar modern untuk menjembatani kebutuhan para pendatang pun terus berjalan. Selain mal-mal yang sudah ada seperti Mal PTC, Palembang Square, Palembang Indah Mall, pemerintah pun membangun pasar retail di Jakabaring. Tak lama lagi juga akan dibangun pasar terapung berkonsep pariwisata guna menarik wisatawan lokal dan mancanegara berkunjung. Dibidang pariwisata, program Visit Musi 2008 yang dilaunching pada 5 Januari 2008 lalu sukses menarik perhatian mancanegara. Terbukti dengan partisipasi aktif negara-negara luar tersebut dalam even-even selama perhelatan Visit Musi 2008.

Tak hanya pembangunan secara fisik, pembangunan mental masyarakat pun mendapat prioritas. Pencanangan gerakan Seribu Satu Masjid (Gessid) merupakan salah satu upaya dari sekian banyak yang upaya yang telah dilakukan.

Potensi Kota Palembang

Letak Kota Palembang yang strategis, pada lintasan utara-selatan Pulau Sumatera dan Selat Malaka secara faktual akan mempengaruhi tingkat interaksi dengan kota-kota lain. Hal ini ditunjang dengan keberadaan Bandara SMB II yang melayani penerbangan internasional sehingga membuka peluang bagi warga Kota Palembang mendapatkan akses langsung dengan kota-kota internasional.

Dukungan daerah sekitar Palembang, seperti Kabupaten Ogan Ilir, Banyuasin, terutama menyangkut sumber daya energi dan terpenuhinya kebutuhan sehari-hari, juga dapat memacu pertumbuhan industri dan perdagangan/jasa di kota ini.

Belum lagi dari segi luas wilayah yang masih sangat prospektif bagi rencana pengembangan sektor stratregis yang didukung dengan tersedianya infrastruktur penunjang seluruh aktivitas kota.

Sejarah Kota Palembang sebagai pusat Kerajaan Sriwijaya yang sarat dengan warisan sejarah dan budaya serta objek wisata di sekitar Sungai Musi, sejatinya tentu akan menambah dan memperkuat daya tarik kota Palembang sebagai tujuan wisata internasional.

Skenario Pengembangan Kota

Guna mencapai kota bertaraf internasional sekaligus memacu pertumbuhan ekonomi, yang pada gilirannya akan mengangkat kesejahteraan masyarakat, telah disiapkan beberapa skenario pengembangan kota yang ditikberatkan pada beberapa aspek.

Pertama, mempercepat dan mendistribusikan kegiatan kota ke kawasan yang berpotensi untuk berkembang, sehingga di kawasan pusat kota tidak lagi terjadi pemusatan kegiatan ekonomi.

Hal ini dilakukan dengan memacu pertumbuhan kawasan-kawasan potensial dan strategis, yaitu dengan mengembangkan fasilitas perdagangan, wisata dan sistem transportasi di wilayah yang dilalui Jalur Lintas Timur Sumatera, Bandara, Pelabuhan Samudera Tanjung Api-Api dan jalur sungai; melengkapi dan memenuhi kebutuhan dasar masyarakat, sarana dan prasarana dasar secara berimbang.

Kedua, pengembangan kota dilakukan secara bertahap berdasarkan skal prioritas. Penyusunan skala prioritas dilakukan dengan menggunakan beberapa parameter penilai. Antara lain melalui peningkatan kualitas infrastruktur kota yang meliputi peningkatan akses antara kawasan yang berpotensi untuk dikembangkan, drainase, transportasi, persampahan, sanitasi dan lingkungan. Meningkatkan pendapatan masyarakat melalui kesempatan berusaha serta meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Agenda Pembangunan Kota Palembang Masa Depan

1. Meningkatkan Pendapatan Masyarakat, melalui kegiatan :

* Penyelarasan ketersediaan lapangan pekerjaan dengan pertumbuhan angkatan kerja.

* Menciptakan iklim investasi yang kondusif melalui penyediaan prasaranaa dan sarana yang memadai.

* Mengurangi tingkat ketergantungan terhadap produk dan komoditas antar daerah maupun negara lain melalui optimasi kualitas dan diversifikasi produk daerah.

2. Memaksimalkan kualitas pelayanan masyarakat, melalui kegiatan :

* Pengendalian dan penyediaan sarana prasarana lingkungan permukiman kumuh terutama yang terdapat di pusat kota dan bantaran sungai.

* Pengoptimalan pelayanan pendidikan dan kesehatan masyarakat. Peningkatan kualitas keamanan dan ketertiban kota.

3. Mengoptimalkan Pengelolaan sumber daya air, baik untuk menanggulangi efek genangan maupun penyediaan bahan baku air bersih, melalui kegiatan :

* Pembangunan yang dilakukan dengan berwawasan lingkungan.
* Mengoptimalkan pemeliharaan drainase yang ada.

* Penambahan jumlah kolam retensi.

* Pengembangan konsep drainase terpadu dan penetapan area konservasi rawa.

* Mulai melaksanakan sistem polder dan pompa pada lokasi-lokasi tertentu.

4. Meningkatkan Kualitas Pelayanan Transportasi, melalui kegiatan :

* Percepatan penyebaran area pusat kegiatan kota (CBD).

* Pengembangan kawasan dan tata ruang kota dalam mengantisipasi kebutuhan ruang dan pola perubahan pengembangan kota internasional.

* Meningkatkan keterpaduan penggunaan lahan dengan sistem transportasi dan aksesibilitas antarwilayah.

Visi : "Palembang Kota Internasional yang Sejahtera dan Berbudaya 2013"

Misi :

1. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang cerdas, sehat, bermoral, berbudaya serta beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

2. Meningkatkan kesejahteraan dan peran serta masyarakat dalam pembangunan.

3. Meningkatkan sarana dan prasarana perkotaan dan kualitas lingkungan sesuai dengan rencana tata ruang yang berkelanjutan.

4. Mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi melalui investasi sektor industri, perdagangan dan jasa serta peningkatan jejaring kerja antar daerah baik dalam negeri maupun luar negeri dengan memberikan kemudahan perizinan dan fasilitas lainnya.

5. Menciptakan lapangan kerja baru untuk mencukupi kebutuhan tenaga kerja dalam upaya mengurangi pengangguran.

6. Melanjutkan reformasi birokrasi baik secara cultural maupun structural untuk meningkatkan pelayanan publik kepada masyarakat.

7. Meningkatkan keamanan dan ketertiban masyarakat secara adil dan merata serta mendorong terlaksananya penegakan hukum.

8. Melestarikan sejarah dan budaya.

Tujuan : "Mewujudkan masyarakat yang sejahtera lahir dan batin dalam lingkungan yang Bersih, Aman, Rapi dan Indah,"

Dengan semua indikator dan bukti konkret diatas, keinginan menjadikan Palembang sebagai kota internasional sejahtera dan berbudaya nampaknya hanya tinggal menunggu waktu saja. Kita tunggu! (yat)

Sumber :
Hidayatullah Adronafis
http://www.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?ID=9423
10 Juli 2008

Sumber Gambar:
http://blog.unila.ac.id/aliyasa/files/2009/10/ampera311gi6.jpg

DPD Usul Nama Sumsel Diubah Jadi Sriwijaya

Ketua DPD RI Irman Gusman mengusulkan nama Provinsi Sumsel diubah namanya menjadi Provinsi Sriwijaya. Menurutnya, nama Sumsel hanya sebuah daerah di Sumatera yang terletak di wilayah Selatan sedangkan nama Sriwijaya memiliki pengaruh yang besar. Pasalnya, Sriwijaya menjadi sentral pertumbuhan ekonomi nasional di Sumatera setelah Medan.

"Saya sudah beberapa kali melihat Sumsel, dan saya yakin daerah ini menjadi penyokong pembangunan Indonesia di wilayah Bagian Selatan. Saya marasakan adanya aroma perubahan," kata Irman Gusman usai bertemu dengan Gubernur Sumsel Ir H Alex Noerdin SH, Rabu (25/11).

Selama kunjungan kerjanya di Palembang, selain berdialog dengan pejabat di Pemprov Sumsel, Irman Gusman dan jajaran anggota DPD lainnya menghadiri peluncuran Leanpuri Center, sebuah lembaga sosial yang didirikan Hj Percha Leanpuri dan menerima masukan dari berbagai tokoh masyarakat.

"Saya ingin berdialog dengan masyarakat dan inilah misi saya datang ke Sumsel," katanya.

Terkait dengan perubahan nama Sumsel menjadi Provinsi Sriwijaya, menurutnya, bakal lebih serasi dengan kondisi Sumsel saat ini yang memang sudah mulai dijadikan ikon Indonesia untuk meningkatkan daya tawar di mata dunia. “Jadi Propinsi Sriwijaya sepertinya lebih pas dengan seabrek potensi yang dimiliki Sumsel,” ujarnya.

Saat ini pihaknya sangat menaruh harapan dengan Propinsi Sumsel bisa menjadi andalan pusat menjadi propinsi andalan. ”Kita kalau mau bangun seluruh propinsi kan nggak mungkin, butuh dana besar sekali dan pasti pusat tak punya dana cukup. Kita mau Sumsel jadi terdepan menjadi kaca sebagai cerminan Indonesia di mata dunia,”bebernya.

Politisi Golkar yang kini duduk di gedung senayan, DPR RI Thantowi Yahya pun menyatakan sepakat dengan usulan itu. Bahkan menurutnya, usulan mengubah nama Sumsel menjadi Provinsi Sriwijaya, pernah ia dengar langsung dari seorang Jove Ave, yang saat itu menjabat Menteri Pariwisata di era pemerintahan Soeharto.

"Semoga aspirasi dan ide ini langsung ditangkap anggota DPD lainnya sehingga bisa menjadi kenyataan karena nama Sriwijaya sudah dikenal di Asia dan dunia," kata Thantowi Yahya.

Giatkan Pembangunan

Terpisah Gubernur Sumsel Ir H Alex Noerdin SH dimintai tanggapannya soal usulan perubahan nama, ia menyikapinya dengan positif dan tersenyum.

"Itu nama bagus, artinya Sriwijaya akan melekat dengan Sumsel jika memang nama Sriwijaya Privinsi nantinya layak,” katanya.

Namun begitu, perlu dilakukan pengkajian lebih mendalam lagi, jangan sampai perubahan nama ini tidak sebanding dengan kondisi Sumsel yang lekat dengan nama Sriwijayanya.

“Kita harus berbenah dulu dalam beberapa tahap. Mulai infrastruktur, SDM, termasuk sejarah yang berkaitan langsung dengan Sriwijaya,”katanya.

Jika sudah matang semua, dan gebyar Sumsel memang layak diangkat di tingkat nasional bahkan di mata negara lain. Baru perubahan nama Sriwijaya, layak bagi Sumsel.

“Malu kan kalau namanya saja berubah. Tapi isinya tak banyak berubah. Kita akan rubah secara perlahan-lahan. Perubahan nama harus memberikan aroma tersendiri yang bisa menarik semua pihak,” jelas Alex.

(Husin)

Sumber :

http://regional.kompas.com/read/xml/2009/11/26/10063331/dpd.usul.nama.sumsel.diubah.jadi.sriwijaya

26 November 2009

Peta Palembang


View Larger Map

Sungai Musi

Sungai Musi adalah sebuah sungai yang terletak di Provinsi Sumatra Selatan, Indonesia, dengan panjang 750 km, sungai ini merupakan yang terpanjang di Pulau Sumatra.
Sejak masa Kerajaan Sriwijaya, sungai ini terkenal sebagai sarana utama transportasi masyarakat.

Di tepi Sungai Musi terdapat Pelabuhan Boom Baru dan Museum Sultan Mahmud Badaruddin II.

Sungai Musi membelah Kota Palembang menjadi dua bagian kawasan: Seberang Ilir di bagian utara dan Seberang Ulu di bagian selatan. Sungai Musi, bersama dengan sungai lainnya, membentuk sebuah delta di dekat Kota Sungsang.

Mata airnya bersumber di daerah Kepahiang, Bengkulu. Sungai Musi merupakan muara sembilan anak sungai besar, yaitu Sungai Komering, Rawas, Batanghari, Leko, Lakitan, Kelingi, Lematang, Semangus, dan Ogan.

Pada saat menelusuri Sungai Musi ini dapat dilihat pemukiman penduduk seperti Rumah Rakit, PT. Pusri, Pertamina, Daerah Bagus Kuning, Mesjid Lawang Kidul, Mesjid Ki Merogan, Benteng Kuto Besak dan kegiatan masyarakat disepanjang sungai tersebut.


Sumber :

http://www.indonesia.go.id/id/index.php?option=com_content&task=view&id=3087&Itemid=1484


Sungai Musi adalah sebuah sungai yang terletak di provinsi Sumatra Selatan, Indonesia. Dengan panjang 750 km, sungai ini merupakan yang terpanjang di pulau Sumatera. Sejak zaman Kerajaan Sriwijaya, sungai ini terkenal sebagai sarana transportasi utama bagi masyarakat.

Di tepi Sungai Musi terdapat Pelabuhan Boom Baru dan Museum Sultan Mahmud Badaruddin II.

Sungai Musi membelah Kota Palembang menjadi dua bagian kawasan: Seberang Ilir di bagian utara dan Seberang Ulu di bagian selatan. Sungai Musi, bersama dengan sungai lainnya, membentuk sebuah delta di dekat Kota Sungsang.

Mata airnya bersumber di daerah Kepahiang, Bengkulu. Sungai Musi disebut juga Batanghari Sembilan yang berarti sembilan sungai besar, pengertian sembilan sungai besar adalah Sungai Musi beserta delapan sungai besar yang bermuara di sungai Musi. Adapun delapan sungai tersebut adalah :


Sungai Komering
Sungai Rawas
Sungai Leko
Sungai Lakitan
Sungai Kelingi
Sungai Lematang
Sungai Semangus
Sungai Ogan

Lahan seluas 3 juta ha di daerah aliran sungai (DAS) Musi dianggap kritis akibat maraknya penebangan liar. Kondisi ini dapat memicu banjir bandang dan tanah longsor.

Sumber :

http://id.wikipedia.org/wiki/Sungai_Musi

Babat Jawa “Melemahkan” Palembang

SULTAN Agung dari Mataram adalah tokoh sejarah yang terbesar dalam abadnya. Dia berkuasa pada tahun 1613-1646. Sultan Agung adalah raja Jawa yang berani mengepung Batavia sampai dua kali, yaitu tahun 1628 dan 1629. Meskipun pengepungan itu sendiri gagal, paling tidak sejarah telah mencatat keperkasaan tentara Mataram yang terlalu banyak menjadi korban.

Untuk mempertanggung jawabkan kegagalan pengepungan ini, maka babad yang dibuat oleh penulis istana, yaitu Serat Kendha dan Babad Balai Pustaka menuliskan suatu maaf yang dikemas dengan cerita: Panembahan Purbaya(kakak kandung Sultan Agung) setelah ikut bertempur di Batavia, kembali ke Mataram, melaporkan kepada raja dan menasihatkan agar perang diakhiri saja, “karena orang-orang Belanda hanya datang kemari untuk berdagang.”

Raja memutuskan untuk mengakhiri pengepungan dan disamping itu meramalkan bahwa Belanda kelak akan menolong salah seorang keturunannya yang menderita kekalahan. Selanjutnya menurut babad: Belanda akan menjadi sahabat dan sekutu dan menjaga istana.

Gaya tulisan babad-babad paling tidak itulah isinya. Sangat menarik adalah cerita dari Babad Pagedhogan(Dr.Purwadi Hidup, Mistik dan Kematian Sultan Agung, Tugu Publ.Yogya 2005). Menurut Dr.Purwadi dalam bukunya bagaimana bijak dan penuh falsafah kehidupan Sultan Agung. Salah satu sikap hidupnya adalah bagimana “menang tanpa ngasorake”, “nungkul tanpa pinukul” dan seterusnya. Akan tetapi sayangnya contoh-contoh yang diberikan akan tindakan itu, justeru mengecilkan kalau tidak melecehkan orang lain, dan membenarkan diri sendiri. Di sini kembali lagi Palembang menjadi sasaran seperti didalam Hikayat Patani.

Diceritakan oleh babad itu, pada masa Sultan Agung bertahta, tindakannya sangat arif dan bijaksana, meskipun dia raja besar. Pada masa itu Sultan Palembang juga adalah raja besar, dan tentunya raja Palembang ingin melihat kemampuan Mataram. Sultan Palembang bertekad dan berniat untuk menyerang dan menghancurkan Mataram. Dia mempersiapkan segala senjata, pasukan dan barisan yang dilatih tata cara serta taktik dalam berbandayuda. Senjata yang dibuat adalah sakti.

Mataram kemudian mendengar berita ini, untuk itu Kanjeng Panembahan Purbaya, kakak Sultan Agung dengan menyamar pergi ke Palembang. Dia menyaksikan bahwa memang benar Palembang telah siap untuk menyerang Mataram. Panembahan Purbaya dalam samarannya memperingatkan Palembang, bahwa orang Mataram adalah sakti. Panembahan Purbaya setelah mengaku orang biasa dari Mataram, dia memdemonstrasikan kesaktiannya luar biasa, seperti dia melumat dan menginjak meriam-meriam menjadi seperti pisang yang terinjak-injak. Kemudian karena kemarahan orang Palembang, meriam itu dikembalikannya lagi seperti bentuk sediakala. Meskipun kagum akan tetapi juga membuat orang ketakutan. Namun tekad Palembang untuk menyerang Mataram tidak dapat dibatalkan.

Dengan adanya perbuatan Purbaya tersebut, orang Palembang membawa semacam taruhan, yaitu sebuah pusaka Batu Intan. Batu itu hanya sebesar tumpeng, akan tetapi harus digotong oleh 32 orang. Batu ini sangat keras. Orang Palembang menawarkan kepada Sultan Agung, apabila dia berhasil memecah dua pusaka tersebut maka Palembang akan tunduk mengabdi ke Mataram. Sebaliknya jika Sultan Agung tidak sanggup memecah batu tersebut, maka Palembang akan menghancurkan Mataram. Pasukan Palembang berangkat ke Mataram, selain membawa batu Pusaka Intan, juga segala perlengkapan dan hadiah bagi Sultan Agung apabila nanti menang dalam sayembara tersebut. Sebelum sampai diibukota Mataram, Purbaya yang membuka samarannya kembali, tidak dikenali oleh orang Palembang. Dia memperkenalkan dirinya sebagai Panglima Mataram, dan menanyakan segala sesuatunya dengan pasukan Palembang. Pasukan tersebut menyampaikan maksud tujuan dari raja Palembang, untuk bertaruh dengan batu pusaka kepada Sultan Agung. Purbaya menanyakan apakah dia boleh mencoba untuk membelah batu pusaka tersebut. Dengan senang hati pasukan Palembang mengizinkannya untuk membelah batu pusaka tersebut, dan ternyata batu itu dengan mudahnya dibelah dua sama besar oleh Purbaya .

Pasukan Palembang sangat terkejut dan juga ketakutan. Akhirnya pasukan ini sebagian kembali ke Palembang, membawa belahan batu pusaka tersebut dan melaporkan kepada Sultan Palembang. Atas peristiwa ini Sultan Palembang berangkat ke Mataram membawa sejumlah hadiah dan persembahan kepada Sultan Agung, untuk bukti penundukkan Palembang dibawah Mataram, apabila Palembang kalah dalam taruhan. Persembahan itu berupa gajah emas, rusa emas, katai emas dan barang-barang lain yang juga terbuat dari emas.

Cerita babad ini tentunya tidaklah benar sama sekali dalam fakta sejarah. Palembang belum pernah sama sekali hendak menyerang Mataram, karena dalam kenyataan sejarah Palembang secara sukarela menjadikan dirinya sebagai vazal Mataram, karena hubungan kutural, secara ekonomis dalam hubungan dagang, secara politis sebagai negara yang diharapkan menjadi pelindung menghadapi Banten dan VOC. Demikian pula belum pernah tercatat upeti yang diberikan dalam bentuk emas, biasanya hadiahnya berupa hewan langkah dan pakaian mewah.

Jadi dapat diperkirakan, bagaimana hebatnya Mataram, nyatanya Palembang masih dianggap lebih hebat lagi oleh Mataram. Dalam kenyataan sejarah, Mataram mengklaim Palembang adalah “kawula”nya, akan tetapi pada saat menghancurkan VOC menghancurkan Palembang, tidak ada bantuan apapun yang dilakukan oleh Mataram. Malahan sebaliknya Palembanglah yang berkali-kali membantu Mataram sewaktu mereka berperang dengan musuh-musuhnya.

Kesimpulan: bahwa Palembang masih menjadi ilham dan panutan, berkat sejarah besarnya pada masa-masa Sriwijaya, sehingga dua kebudayaan yaitu Melayu dan Jawa perlu menempatkan Palembang sebagai peran utama dalam ilham budaya dan politik di wilayah Nusantara bahagian Barat. Babad Tanah Jawa melahirkan Raden Fatah di Palembang, sebagai tokoh sentral dalam menurunkan kekuasaan raja-raja di Jawa yang mempunyai aliran darah Mojopahit. Sejarah Melayu adalah juga babad, yang melahirkan Sri Tribuana, Demang Lebar Daun dan Hang Tuah di Bukit Seguntang, dimana anak cucunya menajdi raja-raja di Singapura, Melaka dan daerah Semenanjung lainnya.

Palembang adalah melting pot budaya Melayu dan Jawa.


Sumber :

DJOHAN HANAFIAH

http://www.beritamusi.com/kolom/2009-10/babat-jawa-melemahkan-palembang/

25 Oktober 2009

Tarik Wisatawan ke Palembang, Festival Musi 2009 Digelar

Guna mendongkrak kunjungan wisatawan domestik dan mancanegara, Pemerintah Kota Palembang menggelar Festival Musi 2009 pada 3-6 Desember mendatang. Kegiatan yang dikemas dalam berbagai agenda kegiatan ini memanfaatkan momen pari wisata akhir tahun yang biasanya disertai dengan peningkatan pergerakan wisatawan domestik dan mancanegara.

Menurut Asisten II Bidang Ekonomi dan Pembangunan Pemerintah Kota Palembang Apriadi Busri, Rabu (25/11), kepada wartawan di Palembang, pelaksanaan kegiatan Festival Musi 2009 ini sudah melalui berbagai tahap, mulai dari pengamatan, pembahasan, dan perbaikan dari even tahun sebelumnya.

Sejumlah kegiatan pokok dalam Festival Musi 2009 tersebut meliputi Festival Internasional Perahu Naga Internasional, Festival Tari Nusantara dan Pameran Pembangunan Pendidikan. Pemerintah menargetkan ratusan ribu wisatawan bakal datang ke Palembang untuk melihat momen ini.

"Pemerintah berpikir perlu ada kegiatan menarik terutama menjelang akhir tahun. Ini memanfaatkan momen peningkatan pergerakan wisatawan. Motonya, wisatawan datang, maka sektor pariwisata berdenyut," kata Apriadi.

Selain ketiga agenda diatas, even ini juga akan menghadirkan Festival Kuliner Nusantara . Sebanyak 40 stan makanan dan minuman khas daerah di Tanah Air akan meramaikan kegiatan ini. Jika dirinci, sebanyak 22 stan akan digunakan untuk atraksi demo masak di tempat, sedangkan sisanya 18 stan untuk pameran makanan jadi.

Menurut Kepala Dinas Pariwisata dan Budaya Kota Palembang Baharuddin Ali, digelarnya Festival Musi ini juga bertepatan dengan peringatan ke-4 hari Wisata Sungai, sejak di-launching tahun 2005 lalu. Diharapkan, festival ini dapat menarik kunjungan wisatawan ke Palembang.

Biasanya saat akhir tahun kan banyak yang ingin berlibur. Nah kita ambil momen itu. Dengan harapan banyaknya kegiatan ini dapat menarik minat wisatawan baik asing maupun domestik, ke Palembang , jelas Baharuddin, beberapa waktu lalu.

Sementara itu, Kepala Bidang UKM pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Palembang Ade Jaya Martin, mengatakan, sebelumnya, even ini bernama Festival Dragon Boat dan tidak berskala nasional.

Namun, tahun ini, untuk pertama kalinya even ini berubah nama menjadi festival Musi dan skalanya berubah menjadi skala nasional. "Untuk ke depannya, rencananya even ini akan menjadi agenda tahunan," sebut Ade Martin, kemarin.

Terpisah, Asisten II Setda Kota Palembang Apriadi Busri mengatakan, digelarnya Festival Musi ini sudah melalui pengamatan dan pembahasan yang mendalam.

"Memang diperlukan banyak kegiatan menarik pada saat menjelang akhir tahun. Nah, kita harapkan festival ini mampu menyedot pengunjung ke Palembang. Sehingga, denyut pariwisata kita akan terus bergerak," kata Apriadi.


Sumber :

Bonivasius Dwi P

http://regional.kompas.com/read/xml/2009/11/25/22073210/tarik.wisatawan.ke.palembang.festival.musi.2009.digelar

25 November 2009

Sejarah Kota Palembang (2)

Kota Palembang merupakan kota tertua di Indonesia berumur setidaknya 1382 tahun jika berdasarkan prasasti Sriwijaya yang dikenal sebagai prasasti Kedudukan Bukit. Menurut Prasasti yang berangka tahun 16 Juni 682. Pada saat itu oleh penguasa Sriwijaya didirikan Wanua di daerah yang sekarang dikenal sebagai kota Palembang. Menurut topografinya, kota ini dikelilingi oleh air, bahkan terendam oleh air. Air tersebut bersumber baik dari sungai maupun rawa, juga air hujan. Bahkan saat ini kota Palembang masih terdapat 52,24 % tanah yang yang tergenang oleh air (data Statistik 1990). Berkemungkinan karena kondisi inilah maka nenek moyang orang-orang kota ini menamakan kota ini sebagai Pa-lembang dalam bahasa melayu Pa atau Pe sebagai kata tunjuk suatu tempat atau keadaan; sedangkan lembang atau lembeng artinya tanah yang rendah, lembah akar yang membengkak karena lama terendam air (menurut kamus melayu), sedangkan menurut bahasa melayu-Palembang, lembang atau lembeng adalah genangan air. Jadi Palembang adalah suatu tempat yang digenangi oleh air.

Kondisi alam ini bagi nenek moyang orang-orang Palembang menjadi modal mereka untuk memanfaatkannya. Air menjadi sarana transportasi yang sangat vital, ekonomis, efisien dan punya daya jangkau dan punya kecepatan yang tinggi. Selain kondisi alam, juga letak strategis kota ini yang berada dalam satu jaringan yang mampu mengendalikan lalu lintas antara tiga kesatuan wilayah:

Tanah tinggi Sumatera bagian Barat, yaitu :

Pegunungan Bukit Barisan.

Daerah kaki bukit atau piedmont dan pertemuan anak-anak sungai sewaktu memasuki dataran rendah.

Daerah pesisir timur laut.


Ketiga kesatuan wilayah ini merupakan faktor setempat yang sangat mementukan dalam pembentukan pola kebudayaan yang bersifat peradaban. Faktor setempat yang berupa jaringan dan komoditi dengan frekuensi tinggi sudah terbentuk lebih dulu dan berhasil mendorong manusia setempat menciptakan pertumbuhan pola kebudayaan tinggi di Sumatera Selatan. Faktor setempat inilah yang membuat Palembang menjadi ibukota Sriwijaya, yang merupakan kekuatan politik dan ekonomi di zaman klasik pada wilayah Asia Tenggara. Kejayaan Sriwijaya diambil oleh Kesultanan Palembang Darusallam pada zaman madya sebagai kesultanan yang disegani dikawasan Nusantara

Sriwijaya, seperti juga bentuk-bentuk pemerintahan di Asia Tenggara lainnya pada kurun waktu itu, bentuknya dikenal sebagai Port-polity. Pengertian Port-polity secara sederhana bermula sebagai sebuah pusat redistribusi, yang secara perlahan-lahan mengambil alih sejumlah bentuk peningkatan kemajuan yang terkandung di dalam spektrum luas. Pusat pertumbuhan dari sebuah Polity adalah entreport yang menghasilkan tambahan bagi kekayaan dan kontak-kontak kebudayaan. Hasil-hasil ini diperoleh oleh para pemimpin setempat. (dalam istilah Sriwijaya sebutannya adalah datu), dengan hasil ini merupakan basis untuk penggunaan kekuatan ekonomi dan penguasaan politik di Asia Tenggara.

Ada tulisan menarik dari kronik Cina Chu-Fan-Chi yang ditulis oleh Chau Ju-Kua pada abad ke 14, menceritakan tentang Sriwijaya sebagai berikut :Negara ini terletak di Laut selatan, menguasai lalu lintas perdagangan asing di Selat. Pada zaman dahulu pelabuhannya menggunakan rantai besi untuk menahan bajak-bajak laut yang bermaksud jahat. Jika ada perahu-perahu asing datang, rantai itu diturunkan. Setelah keadaan aman kembali, rantai itu disingkirkan. Perahu-perahu yang lewat tanpa singgah dipelabuhan dikepung oleh perahu-perahu milik kerajaan dan diserang. Semua awak-awak perahu tersebut berani mati. Itulah sebabnya maka negara itu menjadi pusat pelayaran.

Tentunya banyak lagi cerita, legenda bahkan mitos tentang Sriwijaya. Pelaut-pelaut Cina asing seperti Cina, Arab dan Parsi, mencatat seluruh perisitiwa kapanpun kisah-kisah yang mereka lihat dan dengan. Jika pelaut-pelaut Arab dan Parsi, menggambarkan keadaan sungai Musi, dimana Palembang terletak, adalah bagaikan kota di Tiggris. Kota Palembang digambarkan mereka adalah kota yang sangat besar, dimana jika dimasuki kota tersebut, kokok ayam jantan tidak berhenti bersahut-sahutan (dalam arti kokok sang ayam mengikuti terbitnya matahari). Kisah-kisah perjalanan mereka penuh dengan keajaiban 1001 malam. Pelaut-pelaut Cina mencatat lebih realistis tentang kota Palembang, dimana mereka melihat bagaimana kehiduapan penduduk kota yang hidup diatas rakit-rakit tanpa dipungut pajak. Sedangkan bagi pemimpin hidup berumah ditanah kering diatas rumah yang bertiang. Mereka mengeja nama Palembang sesuai dengan lidah dan aksara mereka. Palembang disebut atau diucapkan mereka sebagai Po-lin-fong atau Ku-kang (berarti pelabuhan lama).Setelah mengalami kejayaan diabad-abad ke-7 dan 9, maka dikurun abad ke-12 Sriwijaya mengalami keruntuhan secara perlahan-lahan. Keruntuhan Sriwijaya ini, baik karena persaingan dengan kerajaan di Jawa, pertempuran dengan kerajaan Cola dari India dan terakhir kejatuhan ini tak terelakkan setelah bangkitnya bangkitnya kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara. Kerajaan-kerajaan Islam yang tadinya merupakan bagian-bagian kecil dari kerajaan Sriwijaya, berkembang menjadi kerajaan besar seperti yang ada di Aceh dan Semenanjung Malaysia.


Sumber :

http://www.palembang.go.id/?nmodul=halaman&judul=sejarah&bhsnyo=id

Sejarah Kota Palembang (1)

Palembang merupakan kota tertua di Indonesia, hal ini didasarkan pada prasasti Kedukan Bukit (683 M) yang diketemukan di Bukit Siguntang, sebelah barat Kota Palembang, yang menyatakan pembentukan sebuah wanua yang ditafsirkan sebagai kota yang merupakan ibukota Kerajaan Sriwijaya pada tanggal 16 Juni 683 Masehi (tanggal 5 bulan Ashada tahun 605 syaka). Maka tanggal tersebut dijadikan patokan hari lahir Kota Palembang.

Batu-bersurat (prasasti) itu ditemukan oleh Controleur Batenberg di tepi sungai Kedukan Bukit, yakni diantara Bukit Seguntang dengan Situs Karanganyar pada tahun 1926 dengan menggunakan huruf Pallawa dan bahasa Melayu kuno. Prasasti tersebut oleh penduduk kampung Kedukan Bukit waktu itu dijadikan semacam tumbal bila akan mengikuti lomba Bidar, yakni dengan cara meletakkan di haluan Bidar yang akan diperlombakan. Konon, Bidar atau Perahu yang digentoli dengan batu “sakti-bertuah” itu senantiasa menang berlomba. Kemudian Batu-bersurat Kedukan Bukit itu ditelaah oleh para pakar sejarah dan kebudayaan, diantaranya Prof. M. Yamin yang menyatakan, itulah proklamasi (penggalian/pemindahan) ibukota Sriwijaya (dari tempat lain) ke Bukit Seguntang.

Prasasti Kedukan Bukit itu berbunyi sebagai berikut:

(1) Swasti cri cakawarsatita 605 ekadaci cu (2) klapaksa wulan waicakha dapunta hiyang nayik di (3) samwau manalap siddhayatra disaptami cuklapaksa (4) wulan jyesta dapunta hiyang marlapas dari Minanga (5) Tamvan mamawa yam wala dualaksa danan koca (6) duaratus cara di samwau danan jalan sariwu (7) tluratus sapulu dua wannakna datam di Mukha Upang (8) Sukhacitta di pancami cuklapaksa wulan (9) laghu mudita datam marwuat wanua (10) Criwijava siddhayatra subhiksa.

[Bacaan Prof. Poerbacaraka, G. Coedes, Prof. Dr. Ph.S. Van Ronkel Dr. Buchari, Prof. Slametmulyana]

Kota Palembang juga dipercayai oleh masyarakat melayu sebagai tanah leluhurnya. Karena di kota inilah tempat turunnya cikal bakal raja Melayu pertama yaitu Parameswara yang turun dari Bukit Siguntang. Kemudian Parameswa meninggalkan Palembang bersama Sang Nila Utama pergi ke Tumasik dan diberinyalah nama Singapura kepada Tumasik. Sewaktu pasukan Majapahit dari Jawa akan menyerang Singapura, Parameswara bersama pengikutnya pindah ke Malaka disemenanjung Malaysia dan mendirikan Kerajaan Malaka. Beberapa keturunannya juga membuka negeri baru di daerah Pattani dan Narathiwat (sekarang wilayah Thailand bagian selatan). Setelah terjadinya kontak dengan para pedagang dan orang-orang Gujarat dan Persia di Malaka, maka Parameswara masuk agama Islam dan mengganti namanya menjadi Sultan Iskandar Syah.

Berbicara mengenai asal usul kota Palembang, memang tidak bisa dilepaskan dari sejarah perkembangan kerajaan Sriwijaya, yang pernah menjadikan kota Palembang sebagai ibukotanya. Kejayaan Sriwijaya seolah-olah diturunkan kepada Kesultanan Palembang Darusallam pada zaman madya sebagai kesultanan yang disegani dikawasan Nusantara. Palembang pernah berfungsi sebagai pusat kerajaan Sriwijaya dari abad ke-7 (tahun 683 Masehi) hingga sekitar abad ke-12 di bawah Wangsa Sailendra/Turunan Dapunta Salendra dengan Bala Putra Dewa sebagai Raja Pertama. Pada abad ke-17 kota Palembang menjadi ibukota Kesultanan Palembang Darussalam yang diproklamirkan oleh Pangeran Ratu Kimas Hindi Sri Susuhanan Abdurrahman Candiwalang Khalifatul Mukminin Sayidul Iman (atau lebih dikenal Kimas Hindi/Kimas Cinde) sebagai sultan pertama (1643-1651), terlepas dari pengaruh kerajaan Mataram (Jawa). Tanggal 7 Oktober 1823 Kesultanan Palembang dihapuskan oleh penjajah Belanda dan kota Palembang dijadikan Komisariat di bawah Pemerintahan Hindia Belanda (kontrak terhitung 18 Agustus 1823), dengan Commisaris Sevenhoven sebagai pejabat Pemerintah Belanda pertama. Kemudian kota Palembang dijadikan Gameente/haminte berdasarkan stbld. No. 126 tahun 1906 tanggal 1 April 1906 hingga masuknya Jepang tanggal 16 Februari 1942. Palembang Syi yang dipimpin Syi-co (Walikota) berlangsung dari tahun 1942 hingga kemerdekaan RI. Berdasarkan keputusan Gubernur Kdh. Tk. I Sumatera Selatan No. 103 tahun 1945, Palembang dijadikan Kota Kelas A. Berdasarkan Undang-Undang No. 22 Tahun 948, Palembang dijadikan Kota Besar. Berdasarkan Undang-Undang No. 18 Tahun 1965, Palembang dijadikan Kotamadya. Berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tanggal 23 Juli 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, Palembang dijadikan Kotamadya Daerah Tingkat II Palembang.

Sumber :
http://senidanbudayapalembang.blogspot.com/2009/05/sejarah-kota-palembang.html
21 Mei 2009

Catatan Perkembangan Kota Palembang

Runtuhnya Sriwijaya di sekitar abad ke-12 dan 13, seolah-olah tidak ada kesinambungan Sejarah dengan “kelahiran” Palembang. Palembang memulai lembaran catatannya dengan Sejarah Melayu, yaitu saat Sang Sapurba, yang berpuyang dengan Iskandar Zulkarnain, turun di atas Bukit Seguntang Mahameru. Tokoh setengah dewa ini membuat “kontrak” atau “perjanjian awal” dengan penguasa Demang Lebar Daun, untuk menjadi penguasa dan menurunkan kekuasaan kepada raja-raja Melayu, yang mempunyai garis keturunannya. Kekuasaan ini berkembang di Malaka, yang pada gilirannya menurunkan raja-raja Melayu baik di Semenanjung Malaka, Sumatera dan kepulauan Riau.

Lembaran kedua catatan Palembang datang dari babad/sejarah Jawa, termasuk Banten dan Cirebon. Babad yang paling mempengaruhi lembaran catatan Palembang adalah Babad Tanah Jawi. Lembaran ini mengetengahkan Aria Damar dan Raden Fatah. Kedua tokoh legendaris ini mengikat masa lampau Palembang dengan masa madyanya, antara Majapahit, Demak dan Palembang. Dari kedua tokoh ini kharisma Majapahit diturunkan melalui Demak kepada penguasa Palembang, dalam bentuk garis-garis silsilah penguasanya. Memantapkan silsilahnya, maka tokoh orang-orang suci seperti Walisongo dan para Nabi menjadi garis ke atas dari silsilah penguasa Palembang. Oleh karena itu tidaklah heran garis-garis keturunan Palembang kaya sekali dengan pelbagai akar silsilah, di mana dapat kita baca pada saat perjalanan sejarah elit Melayu-Jawa memerintah di Palembang sejak paruh kedua abad ke-16.

Sebaliknya lembaran catatan daerah setempat, yaitu khususnya di daerah pedalaman Palembang, terdapat perkawinan antara yang berpuyang dengan Iskandar Zulkarnain, lewat Bukit Seguntang, dengan Majapahit, melalui Aria Damar. Muncul tokoh-tokoh yang namanya berbaur dan berciri Melayu-Jawa, di dalam akar silsilah mereka. Silsilah ini tertulis pada lontar, bambu atau secara tutur. Pengaruh budaya Melayu dan Jawa sampai sekarang pun masih bisa dibuktikan. Sebagai contohnya adalah bahasa, seperti pemakain kata “lawang (pintu)”, “gedang (pisang)”, “jabo (luar)” dan masih banyak lagi. Gelar kebangsawanan pun bercorak demikian, seperti pemakaian gelar Raden Mas atau Raden Ayu. Makam-makam peninggalan masa Islam dan beberapa Masjid pun tidak berbeda bentuk dan coraknya dengan makam-makam Islam dan arsitek Masjid di Jawa. [triyono-infokito]

Wallahua’lam

Sumber :
http://infokito.wordpress.com/2007/09/01/catatan-perkembangan-kota-palembang/
1 September 2007

Arti Nama Palembang

Nama Palembang banyak mempunyai arti. Pengertian yang mendekati kenyataan adalah apa yang diterjemahkan oleh R.J.Wilkinson dalam kamusnya ‘A Malay English Dictionary’ (Singapore, 1903): lembang adalah tanah yang berlekuk, tanah yang rendah, akar yang membengkak karena terendam lama di dalam air. Menurut Kamus Dewan (karya Dr. T.Iskandar, Dewan Bahasa dan Pustaka, 1986), lembang berarti lembah, tanah lekuk, tanah yang rendah. Untuk arti lain dari lembang adalah tidak tersusun rapi, terserak-serak. Sedangkan menurut bahasa Melayu, lembang berarti air yang merembes atau rembesan air. Arti Pa atau Pe menunjukkan keadaan atau tempat.

Menurut I.J. van Sevenhoven (Lukisan tentang Ibukota Palembang, Bhratara, Jakarta, 1971, hlm. 12), Palembang berarti tempat tanah yang dihanyutkan ke tepi, sedangkan Stuerler menerjemahkan Palembang sebagai tanah yang terdampar. Pengertian Palembang tersebut kesemuanya menunjukkan tanah yang berair. lni tidak jauh dari kenyataan yang ada, bahkan pada saat sekarang, yang dibuktikan oleh data statistik tahun 1990, bahwa masih terdapat 52,24% tanah yang tergenang di kota Palembang. Sebagai catatan tambahan, di Kotamadya sekarang ini masih tercatat sebanyak 117 buah anak-anak sungai yang mengalir di tengah kota.

Kondisi alam ini bagi nenek moyang orang-orang Palembang menjadi modal mereka untuk memanfaatkannya. Air menjadi sarana transportasi yang sangat vital, ekonomis, efisien dan punya daya jangkau dan punya kecepatan yang tinggi. Selain kondisi alam, juga letak strategis kota ini yang berada dalam satu jaringan yang mampu mengendalikan lalu lintas antara tiga kesatuan wilayah:
Tanah tinggi Sumatera bagian Barat, yaitu : Pegunungan Bukit Barisan
Daerah kaki bukit atau piedmont dan pertemuan anak-anak sungai sewaktu memasuki dataran rendah
Daerah pesisir timur laut

Ketiga kesatuan wilayah ini merupakan faktor setempat yang sangat menentukan dalam pembentukan pola kebudayaan yang bersifat peradaban.

Kapan Nama Palembang ‘Lahir’?

Kapan nama Palembang “lahir” tepatnya belum dapat diperkirakan. Apakah nama ini lahir sejak Sriwijaya runtuh atau sebaliknya nama Palembang lahir lebih dahulu sebelum nama Sriwijaya “lahir”. Dari sumber Cina, yaitu kronik Chu-fan-chi, karya Chau Ju-kua tahun 1225, disebutkan nama Pa-lin-fong (Palembang), adalah salah satu bawahan San-fo-tsi.

Wang Ta-yuan dalam catatan perjalanannya Tao-i chih-lio (1349-1350), membedakan antara San-fo-tsi dengan Ku-kang (Kiu-Kiang), yaitu dua buah nama dan tempat yang berbeda. Menurut Ma-huan dalam Ying-yai-Sheng-lan ditulis tahun 1416, menyatakan bahwa Ku-kang adalah negeri yang dahulunya disebut San-fo-tsi (San-bo-tsai).

Dari kronik-kronik Cina, sebagian mengatakan bahwa pengertian San-fo-tsi dapat berarti Palembang dan juga Jambi. J.L.Moens mempertegas bahwa yang disebut kerajaan San-fo-tsi bukan hanya satu kerajaan saja, dia menyarankan bahwa ahli sejarah harus membedakan “San-fo-tsi Palembang” dan “San-fo-tsi Melayu”. Sayangnya J.L. Moens tidak tuntas menyelesaikannya.

Banyak penulis sejarah berpendapat kekeliruan penulisan Cina karena San-fo-tsi (Suarnabhumi atau Pulau Emas) dengan hanya menyebutkan nama pulaunya saja, tidak mendetil dengan nama-nama kerajaan di bagian pulau tersebut.

Nama Palembang pada zaman klasik, selain dalam catatan kronik Cina, juga tertulis dalam Nagarakertagama karangan Prapanca pada tahun 1365. Di dalam Pupuh XIII disebutkan negara-negara bawahan Majapahit di daerah Melayu adalah; Jambi, Palembang, Dharmasraya, Toba dan seterusnya.

Setelah zaman Islam nama Palembang menjadi populer dengan dimuatnya di dalam Babad Tanah Jawi (1680) dan Sejarah Melayu (1612). Sejarah Melayu aslinya ditulis sekitar tahun 1511, ditulis kembali dari pelbagai versi, antaranya oleh Abdullah ibn Abdulkadir Munsyi yang menulis kembali teks tahun 1612. Teks yang menceritakan Palembang dari Sejarah Melayu:

….. ada sebuah negeri di tanah Andalas, Perlembang namanya, Demang Lebar Daun nama rajanya, asalnya daripada anak-cucu Raja Sulan; Muara Tatang nama sungainya. Adapun negeri Perlembang itu, Palembang yang ada sekarang inilah. Maka Muara Tatang itu ada sebuah sungai, Melayu namanya; di dalam sungai itu ada sebuah bukit Seguntang Mahameru namanya.

Wallahua’lam
triyono-infokito

Sumber :
http://infokito.wordpress.com/2007/08/28/23/
28 Agustus 2008

Kota Palembang

Kota Palembang adalah salah satu kota besar di Indonesia sekaligus merupakan ibu kota dari provinsi Sumatera Selatan. Palembang adalah kota terbesar kedua di Sumatera setelah Medan. Kota ini dahulu pernah menjadi pusat Kerajaan Sriwijaya sebelum kemudian berpindah ke Jambi. Bukit Siguntang, di Palembang Barat, hingga sekarang masih dikeramatkan banyak orang dan dianggap sebagai bekas pusat kesucian di masa lalu.

Sempat kehilangan fungsi sebagai pelabuhan besar, penduduk kota ini lalu mengadopsi budaya Melayu pesisir, lalu Jawa. Sampai sekarang pun hal ini bisa dilihat dalam budayanya. Salah satunya adalah bahasa. Kata-kata seperti "lawang (pintu)", "gedang (pisang)", adalah salah satu contohnya. Gelar kebangsawanan pun bernuansa Jawa, seperti Raden Mas/Ayu. Makam-makam peninggalan masa Islam pun tidak berbeda bentuk dan coraknya dengan makam-makam Islam di Jawa.

Kota ini memiliki komunitas Tionghoa yang besar. Makanan seperti pempek atau tekwan yang terbuat dari ikan mengesankan "Chinese taste" yang kental masyarakat Palembang.

Palembang merupakan kota tertua di Indonesia, hal ini didasarkan pada prasasti Kedukan Bukit yang diketemukan di Bukit Siguntang, sebelah barat Kota Palembang, yang menyatakan pembentukan sebuah wanua yang ditafsirkan sebagai kota yang merupakan ibukota Kerajaan Sriwijaya pada tanggal 17 Juni 683 Masehi[2]. Maka tanggal tersebut dijadikan patokan hari lahir Kota Palembang.

Kota Palembang juga dipercayai oleh masyarakat melayu sebagai tanah leluhurnya. Karena di kota inilah tempat turunnya cikal bakal raja Melayu pertama yaitu Parameswara yang turun dari Bukit Siguntang. Kemudian Parameswa meninggalkan Palembang bersama Sang Nila Utama pergi ke Tumasik dan diberinyalah nama Singapura kepada Tumasik. Sewaktu pasukan Majapahit dari Jawa akan menyerang Singapura, Parameswara bersama pengikutnya pindah ke Malaka disemenanjung Malaysia dan mendirikan Kerajaan Malaka. Beberapa keturunannya juga membuka negeri baru di daerah Pattani dan Narathiwat (sekarang wilayah Thailand bagian selatan). Setelah terjadinya kontak dengan para pedagang dan orang-orang Gujarat dan Persia di Malaka, maka Parameswara masuk agama Islam dan mengganti namanya menjadi Sultan Iskandar Syah.

Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Palembang